I’m not an expert in finance but I do intend to share what I know.
Semoga bisa jadi bahan rujukan adik-adik kita yang sedang berjalan
menuju stage ini.
Gue rasa di jaman susah gini, gak ada salahnya pasangan yang akan
menikah duduk bareng dan buka-bukaan soal uang. And as an individual, we
want to be the part of the solution kan, bukan part of the problem.
Intinya gini. Ketika seseorang menikahi kita, dia akan mengabdikan
semua dirinya untuk kita dan keluarga yang akan kita bangun. Oleh karena
itu, mereka berhak untuk tidak menikah dengan masalah kita. Kalo kita
punya utang, yuk coba sebaik mungkin bereskan dulu, demi kita dan demi
dia. Masak iya udah lah dia mengabdikan semua hidupnya untuk kita, dia
juga jadi susah beli rumah, gajinya yang seharusnya buat pensiun kita,
abis buat utang-utang kita. Gak tega kan ya.
Sebaliknya juga gitu. Kita akan mengabdi pada dia selamanya. Kita
berhak untuk mendapatkan pasangan yang bersih lahir batin. Soleh iya,
namun kalo soleh tapi punya utang CC 20 juta dan credit score buruk?
kita bisa terlantung-lantung 5 tahun gak bisa ajukan KPR.
Things you might want to check before marriage:
Debts
1.a. Pastikan kita sendiri gak punya CC debt. CC debt akan menurunkan
credit score kita di BI. Ini akan bermasalah ketika pasangan akan
membeli rumah. Bisa jadi pasangan kita bersih, eh credit score kita
buruk. Kalo udah gini, kasian pasangan kita apalagi kalo dia udah
mati-matian nabung.
1.b. Pastikan calon pasangan gak punya CC debt. Sebaliknya juga
berlaku, dia harus kasian juga dong sama kita kalo kitanya yang udah
hemat kiri kanan buat beli rumah, tapi KPRnya ditolak bank.
2.a. Pastikan bahwa selain CC, kita juga gak punya utang apa pun,
berapa pun, dalam bentuk apa pun. Menikah adalah kegiatan di mana
reputasi finansial (credit score) dan daya beli 2 individu menjadi satu.
Menikah juga adalah titik di mana kita bukan lagi menjadi tertanggung
namun menjadi penanggung dan penanggungan ini pertanggunjawabannya juga
ditanya di akhirat nanti. So we might want to be ready and make sure
there is no minus in our bank account before we start. Kita ingin
memulai rumah tangga setidaknya dari titik nol, bukan dari titik minus.
Jika masih minus, tidak apa-apa. That doesn’t make us a bad person. Tapi
sebaiknya dibereskan dulu.
Mungkin ada beberapa lajang yang nyicil mobil. This is fine. Meski
sebaiknya dilunasi dulu atau setidaknya jika belum, bisa lunas saat
menikah, benar-benar didata dulu sebelum nikah. Konsekwensinya, cicilan
mobil ini akan mengurangi daya cicil kita dalam mencicil rumah.
2.b. Pastikan kondisi utang pasangan juga sehat.
Dua hal di atas sangat realistis untuk dilakukan. Ini pasti bisa dilakukan semua orang.
Tanggungan
3.a. Data semua tanggungan sebelum nikah. Di sini mungkin orang mulai
variatif. Mungkin ada orang yang bukan punya utang namun punya
tanggungan seperti biaya kuliah adik, biaya sakit orang tua, atau kita
mensupport orang tua. Ini jangan dihitung sebagai hutang namun sebagai
tertanggung. Jangan juga dihitung sebagai beban. Mereka darah daging
kita juga kan. Kalo gak ada mereka belum tentu kita seperti ini.
Yang jelas, tertanggung ini sebaiknya didata aja untuk memanage expectation.
Contoh kasusnya. Waktu pacaran, istri gak bilang bahwa biaya rumah
sakit bapaknya 5 juta sebulan. Padahal suami sangat ingin beli rumah
perdana. Setelah menikah, rencana itu terpaksa tertunda. Marahan. Dengan
mendata tanggungan, pasangan bisa memanage expectation.
OK, 3 perihal pertama adalah tentang tanggungan dan yang minus-minusan ya.
Aset
4. Disarankan untuk memiliki asset, bukan liability (maaf terdengar
seperti Robert Kiyosaki). Aset ini bisa semua hal definisi dari asset
dari mulai jumlah tabungan yang cukup, atau saham, LM atau rumah. Kalo
bisa beli rumah dari gaji single sendiri, itu fantastic. Malah sebaiknya
beli rumah itu gak perlu nunggu nikah kok. Dan gak harus cowok yang
beli rumah. Khusus untuk laki-laki, beli rumah sendiri berguna jadi mas
kawin. Ntar kalo nikah bisa dijual, jadikan DP dan bersama salary istri
beli rumah yang lebih besar. Perempuan juga begitu.
5. Disarankan untuk convert semua liability jadi asset. Ada temen
yang realistis. Dia punya mobil kesayangan waktu dulu kuliah. Pas nikah,
itu mobil dia jual, jadiin DP rumah dan dia+istri naek motor. Heart
breaking? Yes. Tapi dia bilang that was the best decision of his life
karena dia melihat harga mobilnya seidkit demi sedikit turun sedangkan
harga rumah naik terus.
6. Buat cowok (dan muslim – maaf), biasakan beli emas sedikit demi
sedikit dari awal kerja sampai menikah. Sunnah nabi menyatakan bahwa
sebaiknya mas kawin dari pria utnuk wanita adalah sesuatu yang memiliki
nilai gadai. Ini agar jika terjadi sesuatu, mas kawin itu bisa
digadaikan dan membantu keuangan. Baiknya sih emas atau apa terserah
(yang jelas bukan pompa aer). Yang jelas, sajadah dan seperangkat alat
shalat, meski memiliki nilai agama yang tinggi, tidak memiliki nilai
jual.
Let’s review how realistic the above 3 are. Semua mungkin, asal
hitungannya dingin dan tidak pakai emosi. There is no such thing as
mobil kesayangan. Yang ada hanya mobil. Atau mungkin dengan gaji 5-6
juta kita belum bisa cicil rumah 1.2 M. tapi gaji segitu bisa kok cicil
rumah 40/90 di depok yang harganya 90-150 juta.
Lebih baik investasi kecil yang riil tapi naik ketimbang keinginan yang hanya tinggal keinginan.
Lebih baik murah dan sederhana tapi kebeli ketimbang yang jetset dan highclsss tapi gak kebeli-beli.
Meski kecil dan jauh, valuenya naik. Bisa jadi mas kawin, dan bisa jual dengan profit setelah menikah untuk beli rumah baru.
Finance
7. Ini untuk menjawab, berapa sih nilai tabungan+asset kertas yang
sebaiknya seseorang miliki sebelum menikah? Di sini pasti jawabannya
variatif dan secara nominal berbeda. Maka dari itu mungkin rumus ini
bekerja:
Nilai tabungan+asset kertas minimum = ½ ongkos nikah + ½ DP rumah
(jika belum punya rumah) + ½ ongkos melahirkan Caesar + 6 bulan biaya
hidup
Semuanya ½ dengan asumsi pasangan kita akan cover setengahnya lagi.
Atau dalam kasus ongkos melahirkan Caesar, dicover asuransi kantor.
DP rumah masuk rumus ini jika belum punya rumah. Memang bisa ngontrak
atau bareng orang tua. Tapi alasan kenapa kita tinggal bareng orang tua
atau ngontrak adalah karena kita mengumpulkan uang untuk suatu saat
beli rumah sendiri kan? Jika pun bukan itu alasannya (mungkin untuk
menemani orang tua), kepemilikan rumah oleh sebuah rumah tangga cukup
penting sebagai tabungan asset keras. Malah jadi lebih untung akrena
saat kita menemani orang tua di rumahnya, rumah itu kita kontrakkan dan
autofinance dengans endirinya.
Ongkos melahirkan masuk sana just in case kita subur wakakak.
Seriously, ada beberapa orang yang tokcer dan gelagepan juga. Alasan
kenapa ongkos melahirkan masuk sana juga karena ini: Kalo baru nikah dan
ngejar beli rumah, ngejar lunasi CC, ngejar beli motor atau mobil.
Biasanya untuk melahirkan itu suka aja kelupaan.
Kayaknya 7 faktor ini juga udah cukup ya for now. Gue sengaja
segeneric mungkin karena gak mau menggambarakan betapa horornya menikah
itu.
Semua factor ini ada dengan asumsi kita tidak diberi bekal oleh orang
tua. Memang pasti orang tua berusaha memberikan yang terbaik ya. Ada
yang bayarin nikahan, ada yang beliin rumah atau mobil. Tapi ketujuh
factor ini gue pikirkan dengan asumsi kita tidak mendapat pertolongan
dari orang tua atau mertua. Pemberian itu gak salah malah kita harus
bersyukur ada yang meringankan.
Menikah itu bukan solusi. Menikah itu pekerjaan yang hasilnya akan
ditanya pertanggungjawabannya di saat kubur nanti. Makanya untuk
teman-teman yang menikah ‘untuk menghindari zinah’ percayalah jangan
pakai alasan itu. Ada banyak masalah yang akan datang hanya karena gak
tahan syahwat. Menikah tanpa bekal akan membuat tanggungan kita sengsara
dan bukti bahwa kita tidak siap. terlebih lagi bisa buat orang tua kiat
sengsara. gue kenal seorang ketua remaja mesjid, menikah saat kuliah.
Ketika anaknya lahir, ibu dari ketua masjid itu harusjual emasnya untuk
biaya lahir cucu. Alim? iya. Siap menikah? well, gue bilang sih
seharusnya nanti dulu ya. Dia kan udah jadi penanggung, kok ya masih
ditanggung sang ibu? Dan saat itu terjadi, kita (terutama laki sebagai
kepala keluarga) dituntut petanggungjawabannya.
Makanya, gak ada salahnya seseorang mengambil prinsip:
waktu kecil gak nyusahin orang tua, udah tua gak nyusahin anak.
Gue sendiri gak ada satu pun yang lulus ketika gue menikah huahaha.
But I was lucky to go to Africa. Kalo belum nikah gue pribadi akan
memertimbangkan yang di atas.
Pertanyaan kedua mungkin adalah, berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk menjaga 7 faktor di atas? Regret there is a time frame for this.
55 adalah usia kita pensiun.
21 adalah usia anak terakhir lulus kuliah. Plus + 1 tahun in case dia gak naik kelas.
1 tahun adalah mengandung anak terakhir (kecuali hamil sebelum nikah).
Sediakan 1 tahun in case proses punya momongan gak terlalu tokcer.
55-21-1-1-1 = 31 tahun.
Time span seseorang untuk mengumpulkan 7 faktor di atas adalah dari
dia mulai lulus kuliah usia 21-22 tahun, sampai umur dia 31 tahun.
Sekitar 10-11 tahun. Jika ingin punya 2 anak, then time span is shorter.
Ini semua membuat kita sadar beberapa hal:
1. belum kerja? then mari cari kerja/buka usaha yang benar.
2. Udah kerja tapi gaji kecil? ini pertanda kita harus cari kerjaan lain.
3. pengen kerja tapi susah. Ini pelajaran bagi yang masih kuliah untuk
belajar dengan benar. Miliki IPK yang baik agar keterima kerja yang
bener atau buka usaha dengan perhitungan yang bener.
Semoga bermanfaat. I’m not an expert on this. I just intend to share