Friday, 28 May 2010

Kesepian...(dìsadur dari lagu dygta-kesepian)

Dapatkah kau menyayangiku???
Sepenuh hatimu...
Sedalam dan setulus cintaku...

Dapatkah kau tak membuatku menangis karena kesalahanmu???
Karena aku ingin...
Kau milikiku...

Bukanlah cinta yg membuatku luka...
Cinta tak kan pernah meninggalkan diriku...
Hari ini...

Tolonglah diriku...
Hatiku hampa...
Hatiku hancur...
Selamatkanlah hatiku...
Haruskah aku menghempaskan kesendirian ini???

Bebaskanlah aku...
Jiwa rapuhku...
Sempurnakanlah keadaan jiwaku...
Adakah engkau bidadariku...
Mengangkatku dari lubang kesepian ini...
Yang tlah lama kutinggali...

Thursday, 27 May 2010

Dari Malaikatmu untuk Bidadariku

Tahukah dirimu???
Tentang diriku yang diam-diam mengagumimu...
Tentang mataku yang terpaku padamu...
Dan tentang aliran darahku bila ada kamu...

Mata indahmu seakan melantunkan irama harmoni tentang kedamaian...
Kedamaian dalam kehidupan seorang penyair cinta...
Penyair yang dalam desahan nafasnya terbersit suatu syair...
Syair-syair yang mampu menyihir hati semua makhluk menjadi berbunga...

Tapi,maaf...
Bidadari bukan untuk malaikat...
Dan malaikat tidaklah pantas untuk seorang bidadari...
Karena bidadari dan malaikat, bukanlah ada pada satu dunia...

Tak mau lagi ku melihatmu...
Tak mau lagi ku bersamamu...
Tak mau lagi ku menatap mata indahmu...
Karena ku takut untuk mencintaimu...

Monday, 17 May 2010

Sendiri???

Sendiriku bukan berarti sendirimu....
Sendirinya hatiku bukan berarti sendirinya diriku...
Sendirinya diriku memang karena sendirinya hatiku...

Tetapi dirimu...

Sendirimu tak ada hubungannya dengan sendiriku...
Sendirinya hatimu bukannya sendirinya hatiku....
Sendirinya dirimu memang sendirinya hatimu...
Sendirinya hatimu tidak berarti sendirinya diriku...

Sendirinya kamu...
Sendirinya aku...
Aku sendiri...
Kamu sendiri...
Sendirikah kita???

Thursday, 13 May 2010

Perpisahanku...

Setelah kemarin aku melihat kematian Amber, aku merasa harus berbuat sesuatu kepada prajurit kerajaan itu. Entah mengapa, aku sangat membenci semua prajurit kerajaan, khususnya Kapten Juned. Padahal aku yakin tak semua prajurit seperti itu. Atau memang prajurit kerajaan dilatih seperti itu?

Ini saatnya aku keluar dan menemukan siapa aku sebenarnya. Aku teringat bahwa aku adalah seorang pemuda yang ditemukan oleh Amber. Amber terlalu baik dan selalu menganggapku sebagai anaknya sendiri, sehingga membuatku lupa akan hal ini.

Kuambil pedangku, identitasku satu-satunya. Kucari apa yang bisa kubawa untuk bekal perjalananku. Semua sayuran yang masih bisa dimakan, kumasukkan dalam buntalan kain yang akan ku bawa. Ku memasukkan apapun yang sekiranya bisa kumanfaatkan. Saat ku mencari di bawah bantal yang biasa ditiduri Amber, aku menemukan sekantung uang emas yang jumlahnya sebenarnya cukup untuk membayar para prajurit sialan itu.

Kenapa Amber tidak memberikan uang ini kepada para penjajah sialan itu, apakah ada alasan dibalik semua ini? Apapun alasannya, aku tetap akan mengambil semua uang ini. Toh, tak ada lagi yang akan memakai uang ini selain aku. Langsung saja kumasukkan uang itu ke dalam kantungku.

Setelah semua barang telah kupersiapkan, kusempatkan tuk menengok tempat peristirahatan terakhir Amber. Kubersihkan tempat itu untuk yang pertama dan mungkin untuk yang terakhir kalinya. Lalu kuucapkan selamat tinggal kepadanya.

...

Untuk pertama kalinya ku menatap mentari yang sedang panas-panasnya. Seberapa jauhkah kota terdekat? Amber tak pernah membawaku ke kota, dan mungkin memang aku tak pernah melihat Amber ke kota. Apa yang dia butuhkan sudah ada di kebunnya. Sumber air pun bisa didapat dari sungai yang melintas di dekat rumahnya. Jadi apa yang dibutuhkannya dari kota?
mungkin hanya kebutuhan yang dibeli sebulan sekali, dan aku belum sampai sebulan bersama dengannya.

Lelah sekali.
Tak ada tempat berteduh...
Hanya pasir...
Dan...
...

<{Bersambung}>

Tuesday, 11 May 2010

Kepergianmu...

"AMPUN... JANGAN BUNUH AKU!!!"

"Hah?!?", aku terkejut mendengar teriakan seseorang yang kukenal. Akupun langsung mengintip ke ruang depan. Disana aku melihat prajurit kerajaan sedang mendekatkan pedangnya ke Amber. Aku yang ketakutan hanya bisa melihat apa yang terjadi.

"Bila hari ini kau tak bisa memberikan pajak, maka akan ku bunuh,kau."ancam prajurit itu.

"Aku tak mempunyai uang untuk membayarnya. Kebunku,juga belum waktunya panen. Lagipula, baru seminggu lalu kalian menagih pajak padaku. Kalian bilang kalian akan mengambil pajak itu bulan depan." balas Amber.

Di luar rumah, ada dua prajurit lain yang sedang mengacak-acak kebun Amber. Mereka mencabuti semua tanaman yang ada.

"Jangan...!!! Tanaman itu masih bisa tumbuh...!!! Jangan kau bunuh tanaman itu..."teriak Amber kepada dua prajurit itu.

Di daerah ini memang hanya Amber satu-satunya penduduk. Tetangga terdekat sekitar setengah hari perjalanan dengan berjalan kaki. Amber pernah memberitahukan itu kepadaku. Aku tak tahu apakah itu benar atau tidak. Tapi memang itu kenyataannya. Tak ada seorang penduduk pun yang mau membantu Amber.

"Apa maumu, nenek tua? Tak ada yang bisa kau berikan disini. Hanya sayur busuk yang kau tanam." ujar prajurit tadi.

"Dasar kalian prajurit yang tak tahu rasa syukur." marah Amber.

"Syukur? Bersyukurlah kau masih hidup detik ini, orang tua! Dan berharaplah kau masih hidup esok hari!!!" teriak prajurit itu sembari menusukkan pedangnya ke perut Amber.

"AAAaaa...." Amber hanya mampu berteriak. Aku terpaku melihat kejadian itu. Dalam hatiku hanya mampu menampung dendam untuk membalas apa yang prajurit itu lakukan.

"Apa perlu kita menggeledah rumahnya,Kapten Juned?" Tanya prajurit yang terlihat seperti anak buah dari kapten yang dipanggil Juned tadi.

"Untuk apa? Memang niatku hanyalah untuk membunuh nenek itu."kata Kapten Juned.

"Tapi, Kapten..."

"Kalian mau, setiap bulan mengambil pajak kesini? Tempat yang sangat jauh dari kota? Dan nenek tua itu belum tentu ada uang untuk membayar. Biasanya dia hanya mempunyai sayur busuk untuk membayar pajaknya. Sungguh tidak berguna." potong Kapten Juned.

"Tapi, jika raja bertanya..."

"Biar aku mengurusnya..!!! Urusan kecil..!! Ayo kita tinggalkan gubuk tua ini. Hahaha..." ketiga prajurit itupun pergi dengan menertawai nasib Amber dan kebunnya.

Setelah prajurit itu pergi, aku mendekati mayat Amber dan berkata,"Maaf. Aku tak bisa membantumu kali ini. Tenanglah saja di alam sana. Aku kan membalas apa yang mereka lakukan padamu. Terima kasih untuk apa yang telah kau lakukan padaku."

Kubawa jenazahnya ke kebun belakang rumahnya tuk kukuburkan. Air mataku pun keluar mengiringi kepergiannya.

"Selamat tinggal Amber..."

<{Bersambung}>

Selamat Tinggal Masa Laluku

Lama ku tak membuka lembaran baru...
Bukan berarti ku tak mengingat apa yang pernah kutulis...
Tulisanku...
Adalah masa laluku...
Dimana keindahan zaman yang telah terlewatkan...
Menjadi junjungan tinggi suatu harapan...

Disini...
Masa kini...
Saat harapan menjadi tiang-tiang pancang pembangunan mimpi...
Dan mimpi menjadi tujuan hidup...
Kita berdiri tuk mewujudkan harapan...
Membuat nyata harapan dan mimpi...
Agar dapat menjadi tempat berteduh di kemudian hari...
Menjadi rumah yang senantiasa melindungi diri dari terik matahari...

Selamat tinggal...
Lembaran lama yang tak pernah lagi tengok...
Ketegangan itu sudah lama terlewatkan...
Dan tak ingin lagi ku kenang...