"Akhirnya kita sampai juga. Sudah terlalu lelah aku untuk melangkah." keluhku.
"Leo... Leo... Begini saja kau sudah lelah, apalagi kalau berjalan dua hari dua malam nonstop?" ujar Brahm.
"Sebelum ini aku belum pernah menjalani perjalanan jauh. Jadi wajar saja." belaku.
"Tapi untuk bocah seumurmu, itu tak wajar." balas Brahm lagi.
"OK. Aku terima itu." aku mengalah saja. Daripada aku harus mendengar celotehannya.
Kami baru saja pulang dari suatu tambang yang dibanggakan oleh Brahm. Dia berkata bahwa tambang itu memiliki bebatuan mineral yang terkuat. Tak ada yang bisa menghancurkan batuan itu. Tapi anehnya, para dwarf,khususnya dia, bisa mengolahnya menjadi suatu baju perang. Di hancurkan saja tidak bisa, apalagi diolah.
"Hei,Leo... Sepertinya kau memang kelelahan,ya?" tanya Brahm.
"Memang apa yang kau lihat?" sambutku begitu saja.
"Hmm... Mungkin tidak. Padahal kalau kau kelelahan, aku ingin memberimu ini." kata Brahm sembari menunjukkan semangkuk sup yang masih hangat.
"Siapa bilang aku tidak kelelahan? Berikan padaku." langsung saja kuambil semangkuk sup itu dan menyantapnya.
"Hahaha... Kau memang sudah sangat kelelahan. Hahaha..." canda Brahm yang tak kuhiraukan karena sedang menikmati sup itu.
.......................
Tak berapa lama kemudian, setelah aku memakan semua sup itu, Brahm mengajakku untuk mempelajari cara untuk menempa. Dia membawaku ke suatu ruangan yang luas dimana didalamnya terdapat perlengkapan untuk menempa.
"Leo, coba perhatikan apa yang kulakukan pada batuan mineral ini." ujar Brahm.
Tangannya mengambil salah satu batuan yang berukuran besar. Lalu meletakkannya kedalam perapian yang mungkin tidak pernah dipadamkan karena perapian itu sudah menyala sejak kami memasuki ruangan ini. Setelah batuan itu panas dan mulai menyala, Brahm lalu meletakkannya diatas landasan tempa dan mulai memukulnya dengan palu yang besar. lalu dia memanaskan batu itu dan memukulnya lagi. Aku yang hanya melihatnya mulai bosan dengan apa yang Brahm lakukan.
"Kenapa,kau Leo? Mulai bosan dengan apa yang kulakukan? Itu memang membosankan. Tapi kau belum melihat semuanya, karena bagian seni dari menempa adalah di bagian ini." katanya seolah dia mengetahui kebosananku.
Batuan itu mulai berbentuk seperti perisai. Aku mulai melihat ada yang berbeda pada Brahm. Dia seperti mengucapkan suatu mantra sembari tetap menempa batu tersebut. Palu yang dipakai Brahm tiba-tiba bersinar dan terlihat lebih kokoh dari sebelumnya. Lalu dengan mudah batuan itu ditempa sehingga menjadi perisai yang utuh.
"Kau lihat itu,Leo? Itulah seni menempa kaum kami. Sehingga apa yang kami buat, selalu menjadi yang terbaik dan cepat selesai." penjelasan Brahm tersebut membuatku mengerti akan kekuatan dwarf.
"Jika kau mau, Aku bisa mengajarkannya kepadamu." tambah Brahm.
"Aku adalah manusia, bagaimana bisa?" tanyaku.
"Mungkin saja bisa. Bukankah tidak ada yang pernah mencobanya?" perkataan Brahm membuatku yakin untuk bisa menempa seperti itu.
"Baiklah, Aku mau. Tolong ajarkan aku cara menempa seperti itu." ujarku bersemangat.
<{Bersambung}>
No comments:
Post a Comment