Monday 30 August 2010

Penyerangan Ras Semut

“LEO… AWAS…!!!”

Aku terkejut lalu melihat kebelakang. Disitu sudah ada suatu sosok yang bertubuh anak kecil dengan kepala berantena dan memegang pisau meloncat ke arahku. Aku yang terlalu lelah untuk melawan terpana ketika sebuah kapak terlempar membelah sosok anak kecil itu. Brahm yang kehilangan senjatanya langsung berlari mengambil kapak yang sudah tertancap di dinding.

“Hati-hati,Leo. Banyak dari bangsa WereAntz mempunyai class assassin. Mereka bisa muncul kapan saja dari dalam tanah dan langsung membelah lehermu tanpa bersuara.” Jelas Brahm.

Aku yang masih terpaku mencoba berdiri dengan tumpuan pedangku. Brahm sedang bertarung melawan ganasnya para makhluk yang baru saja kutemui. Dari apa yang kulihat, WereAntz itu adalah makhluk sebesar anak kecil yang mempunyai antena dikepalanya. Wajahnya memang seperti semut. Tapi keahlian bertarungnya tak kalah dengan manusia. Kecepatan yang melebihi kecepatan wajar. Syukur saja Brahm masih sempat menyelamatkanku. Jika tidak, aku pasti sudah kehilangan kepalaku.

“Leo…!!! Bantu aku…”, teriak Brahm membutuhkan pertolongan.

Dia dikeroyok oleh beberapa siluman semut itu. Sepertinya dia sudah tak bisa bergerak lagi. Aku ingin membantunya. Tapi, apa yang bisa aku lakukan? Aku belum pernah bertarung sebelumnya.

“LEO…!!!”, teriak Brahm makin keras.

Langsung saja aku bangkit dari lamunanku. Kutebaskan saja pedangku kearah kerumunan siluman semut itu. Beberapa WereAntz langsung terjatuh kesakitan dan melebur menjadi tanah. Kutusukkan pedangku ke sisa makhluk yang menempel di tubuh Brahm. Brahm pun menarik antenna dari salah satu semut itu dan melemparnya jauh-jauh. Brahm lalu mencari dimana kapaknya. Kapak pusaka Brahm ternyata ada di tangan salah satu WereAntz itu. Badan makhluk itu lebih besar daripada semut yang lain. Mungkin siluman itu adalah pemimpin dari pasukan ini.

“Sial..!! Kapakku berada di tangan yang salah. Aku harus mengambilnya.”

“Brahm… Coba kau cari cara untuk mengunci semut sialan itu. Aku akan menusuknya dengan pedang ini agar kau bisa mengambil kapakmu.”kata-kataku membuat Brahm berpikir sejenak.

Brahm lalu mendekati salah satu siluman semut dan menarik antenna yang ada di kepalanya. Lalu menariknya sebelum ada yang sempat menyerangnya. Dia memutar-mutar tubuh semut itu layaknya sebuah tornado. Semut-semut yang ada disekitarnya terlempar karena terkena angin dari putaran itu. Setelah itu Brahm melempar tubuh semut itu ke pemimpin semut yang tadi memegang kapaknya.

*TORNADO TOSS*

Semut besar itu oleng karena terkena lemparan tornado dari Brahm. Tapi dia bisa menyeimbangkan dirinya dan berdiri tegak lagi. Tanpa sadar, Brahm sudah ada di belakang pemimpin itu dan menutup matanya. Aku yang melihat kesempatan itu langsung menyerang tubuh besar itu dengan pedangku. Kutusuk dia tepat di jantungnya. Siluman semut besar itu berteriak lalu jatuh ditempat. Brahm pun langsung mengambil kapaknya dan menarik tanganku untuk pergi dari tempat itu.

“Ayo Leo… Sudah tak ada tempat lagi kita disini. Tempat ini sudah dikuasai para WereAntz.” Ujar Brahm sambil menarik tanganku.

Brahm berlari memimpin jalan sambil tangan kirinya menggenggam tanganku. Tangan kanannya masih sempat saja mengibaskan kapaknya untuk membersihkan jalan. Sampai kami akhirnya ada di permukaan Padang Pasir Ambrose dan tak ada lagi siluman yang mengikuti kami.

Kami berjalan perlahan menuju Oase terdekat dan beristirahat disana. Aku langsung duduk kelelahan diatas batu yang cukup besar. Brahm mengambil air dengan pelepah daun Avalon, satu-satunya jenis pohon yang bisa bertahan di daerah oase seperti ini. Dia meminum air itu dan mengambilnya lagi lalu diberikan padaku. Aku meminumnya dengan rakus karena sudah terlalu kelelahan dengan apa yang sudah aku lakukan tadi.

“Brahm, memang kenapa para WereAntz itu mengincar rumahmu? Apa mereka memiliki masalah denganmu?” tanyaku pada Brahm.

“Mereka telah melanggar perjanjian. Perjanjian lama antara Dwarf dan WereAntz. Dan itu semua berawal dari permusuhan antar ras kami. Ceritanya sungguh panjang. Aku sudah lelah. Biarlah hari ini kita beristirahat disini dulu. Besok aku ceritakan semuanya.” Jelas Brahm.

<{Bersambung}>

No comments:

Post a Comment